29 September 2007

PERNYATAAN SIKAP Malaysia

PERNYATAAN SIKAP
SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA (SBMI)
TERHADAP NEGARA MALAYSIA ATAS PELANGGARAN HAM YANG DILAKUKAN PADA BURUH MIGRAN INDONESIA
(23.000 LEBIH PERTAHUN BURUH MIGRAN INDONESIA TIDAK MENDAPATKAN HAK-HAKNYA)

Malaysia sebagai negara serumpun dijadikan salah satu negara idola bagi Buruh Migran Indonesia (BMI) dijadikan negara tujuan penempatan untuk memperbaiki nasip keluarganyua merupakan salah satu negara yang berasaskan hukum islam, namun label negara yang berhukumkan islam yang disandang malaysia tidaklah sepadan dan tidak sebanding lurus dengan sumbangan Buruh Migran Indonesia dalam pembangunan yang sedang berkembang di negri jiran tersebut, jerih payah dan sumbangan Buruh Migran khususnya Buruh Migran Indonesia dibalas dengan tidak adanya perlindungan hukum dan pelanggaran HAM yang diterima dan sialami oleh buruh migran indonesia.

Dari tahun-ketahun kebijakan negeri jiran ini terhadap buruh migran indonesia tidaklah menunjukkan prestasi apalagi sampai pada tingkat memuaskan justru yang terjadi sebaliknya, yaitu kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan buruh migran indonesia, kebijakan-kebijakan yang tidak manusiawi yang sangat jauh dari aspek-aspek kemanusiaan, hal ini terbukti dengan banyaknya negara-negara di dunia internasional yang mengecam tindakan-tindakan tidak manusiawi yang dilakukan pemerintah malaysia terhadap buruh migran yang sedang bekerja tak terkecuali terhadap buruh migran indonesia, penilaian pemerintah amerika yang menggolongkan Malaysia masuk dalam katagori tier 3 terhadap perdagangan orang (traficking) khususnya yang dialami oleh anak dan perempuan indonesia, hal ini menjadi bukti nyata bahwa Malaysia tidak dan belum memberikan perlindungan kemanusiaan terhadap masyarakat Internasional khususnya masyarakat indonesia.

Berbagai pelangaran HAM tersebut tercermin dari kasus-kasus yang dihadapi oleh buruh migran indonesia di malaysia yang meliputi :
- Kasus penyikasaan dan kematian misalnya : Kasus kematian Parsiti asal Wonosobo, kemudian kasus penyiksaan dan kematian yang dialami m raisun asal sumenep bulan juli lalu, dan yang terakhir kasus kematian Kunarsih asal demak, penyiksaan ceriati dari brebres dan yang dialami nirmala bonat yang menyentakkan keprihatinan rakyat indonesia dan serta kasus - kasus lain yang melibatkan banyak buruh migran indonesia yang disiksa di negeri jiran tersebut, disamping disiksa juga banyak dari buruh migran indonesia yang di bunuh dan juga yang diancam hukuman mati. Kasus ini mengingatkan kita kembali terhadap banyak kasus-kasus yang terdahulu yang sampai saat ini proses hukumnya masih tidak jelas dan kasus kasus lainya yang masih dalam proses penyidikan dan peradilan negeri jiran ini.
- Kasus – kasus massif yang bersifat laten seperti penangkapan sewenang-wenang oleh aparat imigrasi,polisi diraja malaysia rela (Sejenis milisi rakyat sipil) terhadap buruh migran indonesia ketika mereka tidak membawa dokumen mereka yang mana dokumen mereka nota bone dipegang oleh majikan mereka, kasus hukum cambuk/sebat yang hanya diperuntukkan untuk buruh migran indonesia yang kemudian didepportasitanpa kompensasi dan penerimaaan hak-hak yang seharusnya diterima Buruh Migran Indonesia yang dilakukan berkepanjangan yang tidak pernah ada ujungnya.
- Dan serta kasus – kasus pelanggaran HAM dan hukum yang masih banyak lagi yang belum terkuang dan mencuat di media massa (Publik)

Kesemua kasus ini sampai saat ini penanganan hukumnya belum jelas bahkan terkesan pemerintah malaysia tidak mau menyelesaikan kasus-kasus tersebut bahkan dalam penegakan hukum atas kasus yang dialami Buruh Migran Indonesia didiskriminasi bahkan terkesan dipeti es kan.kesemua kasus ini sampai saat ini penanganan hukumnya belum jelas bahkan terkesan pemerintah malaysia

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka kami berkesimpulan bahwa pemerintah Malaysia telah melakukan PELANGGARAN HAM terhadap buruh migran indonesia.
Maka dengan ini SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA dan Buruh Migran Indonesia beserta keluarganya dengan ini MENUNTUT :

1. Malaysia harus dan segera membuat Undang-undang dan peraturan tentang Perdagangan Manusia dimana Buruh Migran Indonesia sebagai korban tebesarnya agar dapat terlindungi dan akan menjadi counter dari UU dan peraturan lainya di Malaysia yang merugikan Buruh Migran Dunia yang berada di Malaysia
2. Pemerintah Malaysia menghukum dengan berat dan cepat para pelaku pembunuhan dan penyiksaan terhadap buruh migran indonesia.
3. Menghentikan segala macam bentuk penyiksaan bagi buruh migran indonesi ( fisik, psikis dan ekonomi )
4. Mengusut tuntas berbagai jenis kematian yang dialami oleh buruh migran indonesia dan mempercepat proses pemulangan jenazah bagi keluarga korban yang selama ini dilakukan bertele-tele
5. Pemerintah Malaysia harus membubarkan Milisi seperti halnya yang dilakukan penangkapan massif oleh RELA yang berakibat hukuman gantung, sebat dan penahanan yang dialami Buruh Migran Indonesia yang bermuara dengan pendeportasian massal .
6. Pemeritah Malaysia harus melindungi buruh migran yang bekerja di negerinya sebagai sikap manusiawi terhadap masyarakat dunia.
7. Segera mengadakan pertimbangan stabilitas dunia terhadap budaya pemutihan terhadap Buruh Migran yang tidak berdokument menjelang hari kemerdekaan Malaysia dan pada waktu lainya.

Demikian pernyataan sikap ini kami utarakan agar menjadi perhatian penuh Kerajaan Malaysia dan sebagai negara bersahabat dan serumpun, atas perhatian dan tindakan cepat amat sangat ditunggu Buruh Migran dan anggota keluarganya.


Kontak Person :
SBMI: 021-71683281

1. Miftah Farid : 08156895501 2. Haris Aritonang : 081382261025 3. Choirul Hadi : 08175753305









PEMULANGAN BMI BERMASALAH DAN KELUARGANYA
DARI MALAYSIA MELALUI 17 DEBARKASI DARI TGL 29 OKTOBER 2004 s\D 31 AGUSTUS 2005
JUMLAH PEMULANGAN TKI
PRIODE 29 OKTOBER
s\d
31 DESEMBER 2004 PRIODE 1 JANUARI s\d
31 AGUSTUS 2005
N0 Deberkasi\Transito
Ke Provinsi asal Jumlah TKI Jumlah TKI
1 2 3 4
1. Entikong (Kalbar) 6.075 orang 1.910 orang
2. Belawan (Sumut) 12.093 orang 3.749 orang
3. Polonia (Sumut) 1.467 orang -
4. Dumai (Riao) 29.334 orang 6.356 orang
5. Karimun (Kepri) 15.204 orang 3.431 orang
6. Tarakan (Kaltim) 687 orang 28 orang
7. Tj. Pinang (Kepri) 68.278 orang 16.117 orang
8. Batam (Kepri) 12.489 orang 3.043 orang
9. Nunukan (Kaltim) 38.302 orang 38.938 orang
10. Pare-pare (Sulsel) 18.288 orang 22.909 orang
11 Tj. Priok 8.740 orang 7.641 orang
12 Soekarna Hatta 859 orang -
13 Tj. Perak (Jatim) 14.808 orang 40.976 orang
14 Juanda (Jatim) 17.841 orang
45 A. Yani (Jateng) 106 orang -
16 Tj. Mas (Jateng) 1.585 orang 106 orang
17 Kl. Tungkal (Jambi) - -
Jumlah 246.156 orang 145.205 orang
391.361 Orang

PEMULANGAN TKI BERMASALAH DAN KELUARGANYA
DARI MALAYSIA DARI JANUARI S/D DESEMBER 2006
NOMER ASAL DEBARKASIH JUMLAH
01 TANJUNG PINANG 22.262 ORANG
02 TANJUNG BALAI KARIMUN 1.504 ORANG
03 BATAM 154 ORANG
JUMLAH 23.922


SEDANGKAN BURUH MIGRAN DARI MALAYSIAYANG DITANGANI OLEH SBMI
Tahun 2006
NOMER ASAL JUMLAH
01 Sumatra 29 Orang
02 DKI Jakarta
03 Jawa Barat 4 Orang
04 Jawa Tengah 6 Orang
05 Jawa Timur 18 Orang
06 NTB 28 Orang
07 NTT 53 Orang
08 Sulawesi 117 Orang
09 Kalimantan 76 Orang
JUMLAH 333 Orang


Tahun 2007

NOMER ASAL JUMLAH
01 Sumatra Utara 17 Orang
02 DKI Jakarta
03 Jawa Barat 4 Orang
04 Jawa Tengah 2 Orang
05 Jawa Timur 25 Orang
06 NTB 8 Orang
07 NTT 116 Orang
08 Sulawesi 202 Orang
09 Kalimantan 78 Orang
JUMLAH 452 Orang

16 September 2007

PERYATAAN SIKAP RAPAT KERJA NASIONAL

PERYATAAN SIKAP RAPAT KERJA NASIONAL
SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA (SBMI)
Jember, 10 September 2007

Sesuai dengan amanah Undang-undang dasar 45. Adalah tanggung jawab mutlak negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Ketidakmampuan negara menyediakan lapangan pekerjaan menjadikan jumlah orang miskin di Indonesia semakin bertambah banyak. Orang miskin di negri ini berjumlah 39,05 juta jiwa atau 17,75 % dari jumlah jiwa di Indonesia hal ini diperkirakan oleh Badan Pusat Statistik negeri ini setelah melakukan serveynya pada Maret 2006.
Faktor dominant tesebut memaparkan bahwa kemiskinan dan masih banyaknya penggangguran diatas tersebut menunjukkan Negara tidak sanggup menjamin kesejahteraan warganya. Sebut saja Peti dan gerakanya selalu menuntut reforma agraria,nelayan selalu konsisten menuntut pelestraian lingkungan dan penghormatan wilayah tangkapan dibawah 12 mil,buruh dan gerakanya yang dinamis selalu menuntut agar adanya upah yang layak begitu juga dengan kumunitas lainya dengan gerakannya untuk mendapatkan perlindungan yang optimal dari intitusi pengemban mandat yang bernama ”Negara dan Pemerintah”,Gerakan kumunitas tersebut seiring dengan perlindungan hukum dan tuntutan kesejahteraan, namun nyatanya kehidupan kumunitas mayoritas tersebut kian hari kian menurun drastis. Realitas tersebut membuat Booming pengiriman tenaga kerja keluar negeri, hal ini telihat semenjak dekade delapan puluahan ke seantero dunia terlihat banyaknya penempatan ke Asia dan Timur Tenggah yang sarat dan banyak melahirkan korban-korban pelanggaran HAM Sepanjang tahun 2005 s/d 2007 kurang lebih terjadi 16.085 kasus buruh migran Indonesia. Dengan berbagai bentuk dan metode pelanggaran yang semangkin canggih. Jumlah ini hanyalah yang sempat termonitor melalui pengaduan kasus dan Monitoring SBMI. Dipastikan jumlah yang sebenarnya lebih besar, karena ini merupakan fenomena gunung es.
Gambaran masalah perdagangan manusia kiranya layak “John R Miller“ Direktur Kantor Pemantauan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia Departemen Luar Negeri mengungkapkan bahwa Indonesia dalam kondisi Under Reported setelah ia mengunjunggi Indonesia beberapa waktu yang lalu selanjutnya selain data yang dimiliki SBMI IOM mempunyai data yang lebih memboombastis karena sejak maret 2005 – Juli 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 2.731 orang yang telah ditangani sebagai korban perdaganagan manusia,angka-angka korban tersebut layak disebut sekelumit dari data korban yang sebenarnya yang telah menjadi fenomena gunung es.Sebelumnya sekitar tahun 2001 kementrian luar negeri AS tersebut melaporkan bahwa Indonesia memiliki korban perdagangan manusia yang sangat besar namun intrumen perlindungan korban perdagangan manusia tidak dimiliki dan selanjutnya beberapa waktu yang lalu kita baru bisa melahirkan UU tentang perdagangan orang.Rentetan masalah yang terus mendera Buruh Migran Indonesia tidak direspon secara komprehensip oleh pemerintah RI. Paradigma komoditif masih mendominasi politik pengelolahan buruh migran Indonesia. Tidak ada peningkatan kwalitas derajat instrumen regulatif buruh migran Indonesia. Kepmenakertrans 204/1999 digantikan Kepmenakertrans 104/2002 dan mendapatkan pembenaran penguatan dengan dilahirkanya UU 39 Tahun 2004 yang tidak membawa perubahan yang signifikan bagi buruh migran Indonesia, perbedaan 2 (dua) instrument hukum tersebut hanya terletak pada pembaharuan penempatan BMI.intrumen UU 39/2004 hingga Inpres No 6/2006 dengan dalih mereformasi penempatan TKI keluar negeri hanyalah sebagai dalil penguat bahwa negara sebagai pemangku amanat warganya dan penanggung jawab perlindungan HAM hanya memaksimalisasi tata perniagaan dibandingkan mengatur perlindungan Buruh Migran Indonesia serta secara eksplisit membolehkan pungutan terhadap buruh migran Indonesia serta jaminan perlindungan HAM yang sangat kecil kepada buruh migran Indonesia jika dikatkan dengan konvensi ILO No 10/1990 Tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota keluarganya dan tegas melanggar ICCPR khususnya pasal 8 Tentang Hak untuk tidak diperbudak.

Kondisi hukum ini akan menjadi keniscayaan Negara tidak mau dan tidak akan mampu memberikan proteksi yang memadai bagi BMI untuk tidak mengalami perbudakan. Di lain pihak, arus migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri masih terus berlangsung antara lain akibat krisis ekonomi berkepanjangan dan paradigma bahwa BMI sebagai komunitas sebagai penghasil Devisa untuk menopang kebutuhan pembangunan tanpa rasa kemanusiaan.

Lingkaran Setan Permasalan Buruh Migran Indonesia

Sejak dimulainya pengiriman Buruh Migran Indonesia hingga saat ini tidak banyak perubahana permasalahan hal tersebut seiiring tidak adanya perubahan intrumen yang tegas dan kepastian perlindungan terhadap azasi buruh migrant, sejak kewajiban Negara me sub kontrakkan mayoritas penempatan BMI, plus keterwakilan BMI serta perlindungannya kepada PJTKI/PPTKIS bukan kepada serikat Buruh atau keluarganya dengan posisi sub kontrakan kepada PJTKI/PPTKIS.sebagai objek pengawasan Negara namun disatu sisi Negara juga pelaksana penempatan TKI/BMI keluar negeri (G to G).Minimnya perlindungan dan menempatkan manusia sebagai mesin produksi devisa belaka melupakan bahwa mereka juga pemberi mandat politik (Rakyat) kepada Negara dan pemerintahan sebagai pelaksana penegakan HAM terhadap warganya.Tergambar jelas bahwa Negara sebagai pemangku mandat pelaksana penegakan Hak-hak BMI tersebut selain pengawas perusahaan penempatan juga sebagai badan penempatan jadi sangat sulit dipahami pungsi pengawasan dan pelaksanaan penempatan diemban oleh Negara. Sebab itu pula Peneomena gunus es ini semangkin meningkat pemasalahan BMI seiring meningkatnya penempatan dan pengiriman BMI. Dilihat dari Hulu hingga hilir realitas permasalahan BMI/TKI dapat ditempatkan tiga levelelisasi waktu terjadinya praktek pelangaran HAM antara lain:

Namun secara keseluruhan masalah yang dihadapi BMI dari semua levelisasi penempatan terletak pada pengabaian HAM Buruh Migran Indonesia dan menjadikan penempatan BMI semata-mata sebagai lalu lintas perniagaan bahkan dapat dikatakan bahwa “Selama perkekonomian nasional masih buruk maka menjadi Buruh Migran menjadi salah satu alternative pekerjaan akhir atau kebutuhan wajib untuk memenuhi kebutuhan hidup di tenggah ketidak pastian perlindungan (Keterpaksaaan)” makna dari kalimat diatas adalah tidak ada orang yang mau menjadi korban (data terpapar diatas) jika sector pertanian,kelautan,perburuhan serta sektor lainya yang telah menjadi usaha pokok rakyat dapat menunjukan perbaikan secara ekonomi.Setidaknya jika hal itu dapat menjadi kenyataan maka “Devisa Negara “ tidak hanya sebagai jargon belaka General Remittance Data BMI tahun 2005: USD $ 2,5 Milyar dan Tahun 2006 USD $ 3 Milyar.

Perlindungan merupakan kewajiban bagi pemerintah sebagai pelayan rakyatnya. Munculnya persoalan yang terjadi akhir-akhir ini seperti Ceriati dan Periati yang mengalami kekerasan majikan di Malaysia serta Tarwiyah dan kawan-kawannya yang mengalami penyikasaan dirulmah majikannya di Arab Saudi dan Elly asal Jember yang ditempatkan di Iraq yang merupakan daerah perang tidak luput dari persoalan lemahnya perlindungan pemerintah kepada para BMI.
Melihat kondisi tersebut maka rapat kerja nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (Rakernas SBMI) memutuskan untuk menyikapi persoalan tersebut:
1. menuntut pemerintah untuk melakukan penyetopan pengiriman BMI/ TKI ke negara- negara yang melakukan pelanggaran hak-hak TKI/ BMI sebagai langkah protes dan sebagai langkah meningkatkan posisi tawar para pekerja migran asal Indonesia dan melakukan upaya-upaya kerjasama dengan negara-negara yang memiliki komitmen untuk pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia;
2. menuntut pemerintah agar mengadukan persoalan pelanggaran hak-hak BMI yang secara sengaja dan terorganisir oleh pemerintah negara tujuan seperti Malaysia dan Arab Saudi kepada Dewan HAM Internsaional;
3. menuntut pemerintah menjalin kerjasama multilateral dengan negara-negara sesama negara asal dan negara tujuan BMI;
4. menuntut pemerintah supaya segera meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran dan anggota keluarganya serta konvensi Internasional Labour Organization (ILO) nomor 97 dan 143 tentang kesamaan kerja;
5. menuntut Depnakertrans dan BNP2TKI agar mesmbluat sistem perlindungan dan bantuan hukum serta segera meralisasikan pelayanan yang perlindungan mulai prapenempatan hingga pascapenempatan;
6. menuntut Depnakertrans untuk membuat Standarisasi tentang biaya perekruatan bagi CTKI;
7. menuntut pemerintah supaya membuat program pemberdayaan kepada mantan BMI/TKIuntuk ekonomi dan sosial;
8. menuntut pemerintah dan DPR RI segera mengamandemen UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Luar Negeri;
9. menuntut pemerintah segera mencabut peraturan daerah (Perda) yang tidak melindungi BMI/TKI serta bertentangan dengan UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; dan
10. menuntut pemerintah supaya meningkatkan keterlibatan masyarakat tidak hanya sekedar pada peran penanganan kasus-kasus BMI/TKI akan tetapi partisipasi sejak prapenempatan dalam rangka monitoraing terhadap pemenuhan hak-hak bagi para BMI/TKI.
Demikian 10 tuntutan yang dihasilkan rapat kerja nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (Rakernas SBMI) tertanggal 7-9 september 2007.

03 Agustus 2007

Franky Sahilatua Mengajak Lembaga Pelatihan Meningkatkan Kualitas Buruh Migran


Jakarta (SBMI) - Permasalahan kurangnya pemahaman mengenai bahasa atau kemampuan komunikasi yang kurang dari para buruh migran Indonesia menjadi picu timbulnya berbagai masalah yang dialami buruh migran selama bekerja di luar negeri.

“Hal ini harus menjadi perhatian lembaga-lembaga pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan waktu pelatihan yang diberikan kepada para calon buruh migran,” kata Franky seperti dikutip oleh Kantor Berita Antara, 30/7/2007, bertepatan dengan acara pertemuan dengan DPRD dan Muspida Kabupaten Serang, Jawa Barat.

Franky Sahilatua adalah satu dari dua bintang musik Indonesia yang menyediakan diri untuk membantu mendorong kampanye publik untuk menekankan pentingnya memberi perhatian khusus kepada para buruh migran dari masyarakat luas.

Franky juga menarik perhatian dari pihak dinas kependudukan setempat agar menjadi fasilitator untuk memberikan informasi mengenai buruh migran dari daerahnya yang ada di berbagai Negara,

“Supaya mereka benar-benar terlindungi dan mempermudah untuk melakukan koordinasi dengan pihak keluarga," katanya lagi.

Dalam acara itu, Franky disertai oleh Ketua SBMI M. Miftah Farid dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) SBMI Jabodetabek, Ali Muksin.

Franky diangkat menjadi Duta Buruh Migran bersama dengan bintang populer lain yaitu Nini Karlina. Namun, karena terhalang, Nini tak tampak dalam acara menemui pihak-pihak penting di antara jajaran petinggi masyarakat Serang. Keduanya menerima pengangkatan menjadi “duta” oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan International Labour Organization (ILO) di Gedung Joang, Jakarta, 13 Juli lalu.

Kita tunggu kehadiranmu, Nini!

Foto diambil dari sini.**

30 Juli 2007

150 Jenis Masalah Timpa TKI

ANTARA News
30/07/07 18:55

Serang - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat ada sekitar 150 jenis permasalahan menimpa buruh migran asal Indonesia yang bekerja di berbagai negara di dunia, seperti gaji tidak dibayar, diperkosa, disiksa, disekap dan sebagainya.

"Minimnya instrumen perlindungan bagi buruh migran Indonesia, juga menjadi pemicu maraknya permasalahan yang telah menimbulkan korban tenaga kerja Indonesia yang tak terhitung jumlahnya," kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), M Miftah Farid, usai bertemu dengan DPRD dan Muspida Kabupaten Serang, Senin.

Oleh sebab itu, untuk membantu para pahlawan devisa tersebut, SBMI berupaya terus melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah.

SBMI terus berupaya untuk membentuk Dewan Pimpinan Cabang di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, serta melakukan pemantauan di kantong-kantong buruh migran dan negara tujuan.

Selain itu, sesuai dengan visi SBMI untuk meningkatkan harkat, martabat dan kesejahteraan buruh migran Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya, pihaknya juga mendorong pemerintah daerah agar mempunyai andil yang besar dalam mengurus para buruh migran Indonesia seperti memberikan pelatihan yang lebih maksimal serta mendorong dibentuknya Perda mengenai buruh migran.

"Seperti dinas kependudukan bisa menjadi fasilitator untuk memberikan informasi mengenai buruh migran dari daerahnya yang ada di berbagai negara, supaya mereka benar-benar terlindungi dan mempermudah untuk melakukan koordinasi dengan pihak keluarga," kata Frengky Sahilatua, Duta Buruh Migran Indonesia dari SBMI.

Selain itu, kata Frengky, permasalahan kurangnya pemahaman mengenai bahasa atau komunikasi yang kurang oleh buruh migran menjadi pemicu terjadinya permasalahan sehingga hal ini harus menjadi perhatian lembaga-lembaga pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan waktu pelatihan yang diberikan kepada para calon buruh migran.

Sementara itu, menurut catatan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) SBMI Jabodetabek, Ali Muksin, ada sekitar 446 kasus selama tahun 2006 menimpa buruh migran asal Banten yang berjumlah sekitar 21.700 orang dengan rata-rata kontrak selama dua tahun. Dari kasus tersebut diperkirakan hanya mampu diselesaikan sekitar 10 persen atau sekitar 45 kasus.

Selain itu, Pemprov Banten juga diperkirakan kehilangan pemasukan atau mengalami kerugian dari buruh migran tersebut sebesar Rp8 miliar setiap tahunnya karena dana tersebut masuk ke para calo TKI atau masuk ke kantong perusahaan PJTKI, sementara banyak kasus-kasus yang dilaporkan TKI namun tidak ada penyelesaiannya dari perusahaan tersebut.(*)

23 Juli 2007

Pernyataan Sikap Serikat Buruh Migran Indonesia untuk Deportasi Buruh Migran yang Tak Berdokumen

Fenomena deportasi dari Malaysia yang terus-menerus terjadi sekitar dua tahun belakangan ini bakal terulang kembali. Hal ini terungkap ketika Wakil Presiden Yusuf Kalla meminta pihak Menteri Hukum dan HAM dan KBRI di Kuala Lumpur, Malaysia untuk membuatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi ribuan buruh migran yang tidak berdukumen dalam jangka waktu enam bulan.

Melihat kondisi tersebut kita sangat perihatin dan bertanya-tanya, apakah pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman. Setiap dua tahun terus-menerus terjadi deportasi besar-besaran dari Malaysia. Di mana sesungguhnya kekuatan pemerintah kita?

Kenyataannya dari tahun ke tahun penanganan yang dilakukan pemerintah terhadap buruh migran yang dideportasi dari Malaysia tidak pernah terselesaikan.

Pengabsahan Keppres No. 106/2004 tentang Penanganan Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dari Malaysia ternyata juga sama sekali tidak menjamin perlindungan para buruh migran.

Deportasi secara terus-menerus terjadi setiap minggu rupanya juga tidak menjadi cambuk pembelajaran pemerintah kita. Tahun 2007 ini saja telah dipulangkan sekitar 6.000 buruh migran dari Malaysia yang tidak berdokumen. Banyak di antara mereka telah berada di penjara-penjara Malaysia antara dua bulan hingga beberapa tahun.

Kita juga melihat persoalan deportasi dari Arab Saudi yang sampai saat ini tidak ada kejelasan berapa jumlah pasti dan kapan mulai dideportasi. Sementara itu yang masing-masing intansi pemerintah yang terkait memiliki sikap yang berbeda-beda.

Melihat semua perkembangan ini, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyatakan:

  1. Menolak dengan tegas adanya deportasi buruh migran Indonesia di Malaysia dan negara mana pun.
  2. Mendesak pada pihak-pihak yang berkepentingan agar segera mengadakan pemutihan dan perlindungan untuk buruh migran yang tidak berdokumen di negara mana pun.
  3. Mendesak pemerintah agar UU No. 39/2004 sungguh-sungguh dilaksanakan untuk memihak kepada perlindungan buruh migran dan menuntut agar buruh migran yang tidak berdokumen dimasukkan dalam kategori buruh migran yang dimaksudkan dan dipandang setara dalam memperoleh hak atas pelayanan perlindungan.
  4. Meminta pemerintah merevisi Memorandum of Understanding antara Indonesia dan Malaysia sehingga sepenuhnya memihak kepada buruh migran.
  5. Meminta pemerintah segera meratifikasi konvensi PBB tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran dan anggota-anggota keluarga mereka.
  6. Mendesak masing-masing instansi pemerintah agar saling bersatu padu dan menggalang kerjasama serta menyingkirkan kepentingan instansi masing-masing, sehingga mampu mengutamakan perlindungan buruh migrant.

Kapan akan berakhir deportasi ini? Hanya keseriusan pemerintahlah yang bisa menjawabnya.

12 Juli 2007

Mengapa kami melakukan sandwich kerja dengan pemerintah?

Kepada Kawan-kawan Semuanya,

Kami dari Dewan Pimpinan Nasional — Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengucapkan terimakasih banyak atas semua kritik dan dukungannya ketika SBMI melakukan kontrak politik dengan kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Semuanya akan kami jadikan masukan sebagai bahan kami untuk melakukan advokasi khususnya bagi kami anggota SBMI di dalam dan luar negeri tapi juga bagi kawan-kawan yang lain umumnya.

Latar belakang

Memang setiap tindakan dan keputusan ada resiko tersendiri yang harus dihadapi. Dan ada juga pilihan pahit dan manis yang harus dirasakan. Tentu ada nilai baik dan buruk. Itu semua sudah menjadi hukum Allah atau Sunnatullah. Begitu juga ketika SBMI memutuskan untuk melakukan kontrak politik dengan BNP2TKI. Kami sudah berpikir dan terus berpikir sampai pada kesimpulan siap menerima resiko dari semua akibat yang timbul atas kontrak tersebut.

Namun kita semua juga harus berpikir dewasa bahwa ketika kita melihat sesuatu perlu tidak hanya melihat dari satu sisi belaka atau dari rasa suka atau tak suka kita semata terhadap sesuatu atau seseorang sehingga membuat kita terjebak dalam satu kesimpulan yang subyektif yang tidak berdasar.

Apakah kami mengenal Jumhur Hidayat?

Benar kami tidak mengenal Sdr. Jumhur Hidayat lebih dalam secara pribadi tetapi jangan dilihat Jumhur secara pribadi. Dalam hal ini Jumhur kiranya tidak mewakili kepentingan pribadi. Namun kami melihat jumhur sebagai kepala BNP2TKI, suatu badan pemerintah. Ia mewakili pemerintah dalam badan atau lembaga kenegaraan yang secara resmi dan sah dibentuk oleh pimpinan republik ini untuk mempercepat pembenahan urusan bekerja ke luar negeri bagi para warga negara kita, yang selama ini masih sangat kacau balau dan tak menentu bagi keselamatan dan perlindungan mereka.

Dalam hal ini kami bertaruh untuk percaya pada pemerintah pada beberapa hal yang sifatnya spesifik dan karenya perlu melakukan sandwich kerja dengan mereka. Karenanya tidak berarti kami bagian dari pemerintah itu sendiri, sebab sandwich kerja menuntut prasyarat independensi. Lagipula dalam suatu sistem pemerintahan, pemerintah adalah salah satu unsur dari supra struktur politik yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan program kerja atas nama mekanisme politik yang transparan, termasuk perubahan kebijakan. Jadi pada hemat kami, kami tidak bersikap sembarangan ketika kami bekerja sama dengan pemerintah dalam upaya mewujudkan perlindungan, perbaikan sistem, pemberdayaan bagi para buruh migran.

Kami adalah para buruh migran Indonesia, mantan-mantan buruh migran Indonesia, calon-calon buruh migran Indonesia dan para anggota keluarga buruh migran Indonesia. Tantangan dan ancaman keselamatan itu sangat nyata. Karenanya, dalam hal ini kami harus berjuang untuk diri kami demi perbaikan nasib kami. Yang memperjuangkan kami bukan orang dari Kutub Selatan atau Kutub Utara atau pun pahlawan dari Laut Hitam. Kami harus berjuang sendiri. Kalau kami tidak berjuang untuk diri kami sendiri, kami akan tertindas selamanya, bak lokomotip yang tidak pernah akan jadi kereta api yang berguna tanpa ada gerbong-gerbongnya dan para awaknya.

Apa tujuan kami melakukan sandwich kerja dengan pemerintah?

Kami mengadakan sandwich kerja ini dengan pemerintah ini dengan tujuan ikut bersama memikirkan solusi bagi kacau-balaunya sistem pelayanan bagi para buruh migran di negeri ini. Kami sadar bukan pula untuk mencari popularitas atau pun mendapat gelar kehormatan dari badan pemerintah ini. Sebab, jika kami hanya bisa mengkritik tanpa memberikan sumbangan pemikiran walau hanya satu atau dua kata, apalah gunanya pada akhirnya .. Para korban dan keterancaman itu, sekali lagi, ada di hadapan mata kami dalam hidup kami sehari-hari sebagai pekerja migran baik di dalam negeri apalagi di luar negeri. Perspektif ini hendaknya tidak kita tawar-tawar sama sekali.

Perihal kritik-mengritik yang semakin berasa tak berujung pangkal dapat diibaratkan bagai para suporter pemain bola dari Bahrain yang terus mengkritik para pemain dari negara mereka setelah kesebelasan itu kalah 2-1 dari Indonesia baru-baru ini di Gelora Bung Karno, Jakarta. Sementara itu, bukankah para pengritik itu hanya duduk manis minum teh botol Sosro di bawah keteduhan stadion itu, tidak tersengat panas matahari sama sekali dan karenanya juga tidak merasakan bagaimana lelahnya berjuang di lapangan rumput?

Para Duta Buruh Migran

Kami juga mengajak Duta Buruh Migran Indonesia untuk terlibat aktif dalam beberapa kegiatan kampanye kami. Para duta ini sudah dikenal keberpihakannya kepada kaum miskin sebagai kami para buruh migran yang berasal dari desa-desa terpencil di negara ini. Jika ada sementara kawan yang mempertanyakan apakah kegiatan bersama para duta itu bukan hanya bersenang-senang saja, maka kiranya perlu kita ingat bahwa kondisi sulit yang dialami oleh para buruh migran di perantauan di luar negeri.

Kami bukan mengajak para duta —terima kasih untuk para duta atas kesediaan mereka— untuk berdangdut ria atau berjoget Karawangan saja tanpa ada hal-hal yang terkait secara langsung dengan kepentingan para buruh migran, tapi sesungguhnya kami terutama hendak melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang hal-hal yang berhubungan dengan menjadi buruh migran yang pintar dan cerdas, yang tidak terjebak para calo, yang kritis ketika menghadapi masalah, yang tahu menangani masalah dan permasalahan lainnya yang banyak kami hadapi sebagai buruh migran. Kiranya tidak seluruhnya tepat kalau kawan-kawan mencap kami sekedar “berdangdut ria” semata.

Terimakasih kepada teman-teman yang telah bertanya terlebih dahulu sebelum menyampaikan komentar. “Ngomong sing penting ae .. Ojo sing penting ngomong tapi ngawur.” Begitu kata teman-teman kami dalam sandwich kerja ini.

Untuk kawan-kawan yang berada di luar negeri!

Bukankah kawan-kawan semua telah faham dan sangat menyadari bagaimana situasi kerja yang serba melelahkan itu. Sementara kawan-kawan semua juga jauh dari kawan-kawan lain dan jauh dari keluarga. Salahkah jika kawan-kawan sejenak mendengarkan balada yang menggetarkan semangat atau suara merdu penyanyi yang meneduhkan kegalauan hati di perantauan atau suara syahdu dari ustad yang berkunjung memberikan tausyiah untuk saudari-saudari kita nun jauh di Hongkong misalnya?

Dalam hal ini saya tidak menyamakan antara dangdutan dan dakwah. Tapi saya menyoroti dari pola kecenderungan positif yang terus-menerus berusaha ditemukan oleh kawan-kawan dalam memilih cara-cara alternatif untuk mengisi dan memanfaatkan waktu libur secara positif dan menguatkan jiwa.

Hal semacam ini adalah salah satu cara kami dari SBMI untuk berbaur bersama, bertukar dan berbagai informasi berguna serta pengalaman-pengalaman berguna bersama dan dengan teman-teman kami yang lain yang senasib dan sependeritaan sambil memberikan sosialisasi-sosialisasi kepada kawan-kawan kami. Wajarlah ketika orang mencari dan menemukan sesuatu yang positif dan melegakan serta memulihkan tenaga batin dan tenaga tubuh, baik berupa musik ataupun olahraga atau pun yang lainnya, kemudian kami terlibat lebih jauh di dalam komunitas tersebut untuk melakukan hal-hal yang semakin menguatkan diri kami secara jasmani dan ruhani. Nah, jika semua ini dipandang sebagai hal yang negatif, apakah masih perlu kita periksa bersama kondisi jiwa kita ke psikiater?

Selamat untuk kawan-kawan semua atas keberhasilan tapi juga banyak kegagalan untuk terus-menerus dapat saling belajar satu sama lain, terus maju dalam perjuangan melindungi diri kita dan kami sendiri sebagai buruh migran yang tak lepas —tidak hanya— dari kerja berat tapi juga ancaman jiwa dan raga. Sekali lagi selamat dan terimakasih atas semua dukungan dan kritik.

Dewan Pimpinan Nasional
SBMI

10 Juli 2007

Duta Buruh Migran: Nini Karlina




Berita Foto: Franky Sahilatua dan Nini Carlina Jadi Duta Buruh Migran

Jakarta, KCM, 13 Juli 2007

Dua bintang musik Indonesia, Franky Sahilatua dan Nini Carlina diangkat menjadi Duta Buruh Migran Indonesia. Deklarasi ini disampaikan oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan International Labour Organization (ILO) di Gedung Joang, Jakarta, Kamis (13/7).

Foto diambil dari sini.

Media Release: Perlindungan Menyeluruh bagi Buruh Migran Adalah Tanggung Jawab Pemerintah dan Masyarakat Turut Membantu

Dewan Pimpinan Nasional SBMI

Akankah Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai sebuah lembaga baru yang dibentuk oleh pemerintah memberikan angin segar bagi jutaan buruh migran Indonesia yang tersebar di seluruh dunia yang membutuhkan perlindungan dalam mengais devisa di negeri orang?

Memang sampai saat ini menjadi buruh migran Indonesia masih menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang berada di daerah-daerah yang dipermiskin oleh setruktur sosial, ekonomi dan politik yang tidak adil. Akibatnya, dengan terpaksa atau pun kesadaran sendiri mereka memilih menjadi buruh migran. Situasi ekonomi Indonesia yang karut-marut dan krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan situasi ekonomi semakin buruk. Masyarkat takut dan panik akan ketidakmampuan untuk memenuhi biaya kehidupan sehari-hari. Ketika melihat peluang bekerja ke luar negeri, mereka terpaksa menelan informasi mentah-mentah dari calo liar yang tidak bertanggungjawab. Mereka terjebak untuk pergi ke luar negeri melalui jalur tidak resmi. Jumlah kasus buruh migran bermasalah terus meningkat tanpa disadari oleh para buruh migran itu sendiri.

Kenyataaan tersebut merupakan fakta yang tak terbantahkan oleh pemerintah. Sebab, dalam hal urusan buruh migran inni, pemerintah mempunyai tanggung jawab besar untuk menyikapi kasus-kasus yang selama ini terjadi. Apalagi buruh migrant selama ini telah banyak memberikan kontribusi positif bagi negara ini, berupa devisa dan remitansi yang sangat membantu pemerintah dalam memenuhi tanggungjawabnya menjalankan amanat rakyat untuk menyelesaikan masalah kemiskinan di negeri ini.

Telah terbukti dalam bentuk devisa dan remitansi yang dipakai oleh keluarga buruh migran di Indonesia. Dalam berbagai sektor tanggung jawabnya, pemerintah telah terbantu, seperti bidang dan hak-hak masyarakat atas kesehatan, pendidikan dan bertempat tinggal yang layak. Dengan meningkatnya jumlah aliran dana buruh migran yang masuk ke dalam negeri telah membantu tingkat kesehatan keluarga-keluarga para buruh migran. Dalam bidang pendidikan dana kiriman itu telah banyak membantu keluarga mereka untuk meningkatkan pendidikan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi sehingga pemerintah tidak repot-repot untuk memikirkan mereka. Dalam pembangunan ekonomi desa dan daerah sumbangan buruh migran juga berdampak sangat signifikan yaitu melalui aliran dana dari buruh migran yang masuk kemudian dipakai untuk membangun rumah, berbagai peralatan kebutuhan baik primer maupun sekunder. Semua ini telah membantu menggerakkan sektor ekonomi publik di desa-desa dan juga telah membantu meningkatkan berbagai infrastruktur pendukung di desa-desa di berbagai daerah. Semua dana buruh migran itu juga berdampak pada meningkatnya jumlah dan mutu fasilitas umum serta kesejahteraan bagi para warga lainnya di daerah-daerah. Keadaan perkembangan tersebut merupakan bukti nyata kontribusi yang diberikan oleh buruh migran kita bagi negeri tercinta ini.

Tapi kenyataan yang mereka hadapi —baik ketika pada fase pra-pemberangkatan, masa bekerja dan ketika mereka pulang— sangatlah tak sebanding dengan apa yang dihasilkan oleh pemerintah. Beragam kasus yang mereka hadapi sering kita dengar dan kita lihat baik di media cetak maupun di media elektronik. Banyak kasus yang telah terbukti kami tangani sendiri oleh SBMI. Jumlahnya telah mencapai sekitar 700 kasus dalam waktu satu tahun belakangan ini saja yang meliputi kasus pidana, perdata dan administratif. Bukankah seharusnya penanganan kasus dan bantuan hukum merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah?

Sayangnya sampai saat ini elit-elit penguasa belum tersentuh dengan kenyataan-kenyataan buruk yang dialami para warga buruh migran Indonesia, apa yang dilakukan oleh para buruh migran itu sendiri menggantikan tugas dan tanggung jawab pemerintah, maupun sumbangan-sumbangan positif para buruh migran itu. Jumlah kasus dan masalah yang mampu ditangani oleh SBMI itu sesungguhnya tidak sebanding dengan banyaknya kasus dan penderitaan oleh teman-teman buruh migran Indonesia baik di luar negeri maupun di daerah asal mereka sendiri. Semua ini karena umumnya para calon buruh migran itu tidak mendapatkan penjelasan dan keterangan yang benar dan lengkap tentang bekerja ke luar negeri dalam kegiatan sosialisasi yang merupakan tanggung jawab pemerintah. Kami yakin bahwa keadaan tak menentu yang dialami para buruh migran ini sesungguhnya masih sangat mungkin diperbaiki apabila dari semua pihak menyadari pentingnya perlindungan bagi para buruh migran. Dan karenanya pemerintah perlu menjalankan tanggung jawab menyosialisasikan dan menginformasikan tentang hak-hak para buruh migran itu sebagai manusia yang sama. Semua tantangan yang kita hadapi ini akan lebih ringan ketika para elit pemerintah berpihak kepada para buruh migran yang umumnya adalah warga rakyat miskin itu.

Karenanya dengan kerja sama dengan salah satu bidang kerja penugasan dari pemerintah ini, kita berharap Badan Nasional yang baru dibentuk bisa lebih jernih melihat dan mafhum atas keadaan masyarakat sulit dan terjepit khususnya para buruh migran. SBMI berharap kerjasama dengan badan pemerintah ini dapat meningkatkan pelayanan publik pemerintah sendiri yang sesungguhnya bertanggung jawab atas perlindungan dan kesejahteraan para buruh migran indonesia. Ke depan kita juga sangat berharap akan adanya pemerintah yang lebih tegas lagi membela dan melindungi para buruh migran. Apabila kerjasama ini tidak bermanfaat bagi perlindungan dan kesejahteraan para buruh migran, SBMI siap untuk mengakhiri kerjasama tersebut.

Namun apakah yang kita butuhkan yang sesungguhnya merupakan tanggung jawab pemerintah itu? Pertama, pemerintah bertanggung jawab melakukan sosialisasi secara menyeluruh tentang semua ihwal bekerja di/ke luar negeri. Kedua, memantau kegiatan tidak sah dalam bentuk perekrutan tidak sah dan perdagangan orang serta —dan jauh lebih penting lagi yaitu menegakkan dan menjalankan hukum bagi para pelanggar secara pidana, perdata dan administratif. Ketiga, menetapkan biaya rekrutmen seminimal mungkin dan melarang menaikkan jumlah biaya tersebut. Ketiga, memberikan jaminan pinjaman dengan bunga sangat lunak bahkan tanpa bunga agunan dan memberikan jaminan kesejahtraan bagi buruh migran dan keluarganya. Lima, memberikan bantuan bagi penanganan kasus-kasus dan bantuan hukum yang maksimal mulai dari pra-penempatan sampai pasca-penempatan. Enam, memberikan beasiswa bagi para buruh migran dan anggota-anggota keluarganya. Tujuh, menjalankan program-program reintegrasi sosial dan ekonomi bagi para buruh migran dan para anggota keluarga mereka.

Namun pada kenyataannya selama ini masih sangat kurang tanggung jawab perlindungan, sosialisasi dan Informasi yang dilakukan pemerintah. Untuk mengawali apa yang semestinya dilakukan oleh pemerintah guna memperluas dan memastikan perlindungan dan pemberian informasi yang benar dan lengkap bagi para buruh migran Indonesia, maka SBMI bersama dengan DUTA BURUH MIGRAN INDONESIA akan melakukan kampanye, sosialisasi dan pendidikan serta advokasi di berbagai daerah asal, daerah transit dan negara-negara penerima. Jika kerjasama ini berkembang kita berharap kerjasama ini dapat lebih jauh menjalankan program-program yang sifatnya lebih terpadu berdasarkan rasa saling menghormati dan saling memberikan masukan demi perlindungan para buruh migran itu sendiri.

Jakarta, 10 Juli 2007
Dewan Pimpinan Nasional
Serikat Buruh Migran Indonesia

Berita Daerah

Berita Daerah

Kerjasama Internasional

Kerjasama Internasional

Pelatihan

Pelatihan: Paralegal, Pra-Keberangkatan, Leadership, Hak Asasi Manusia untuk Buruh Migran, Organisasi,

Advokasi

Advokasi Kebijakan:



Advokasi Penanganan Kasus: Deportasi, Terminal III, Hilang Kontak, Meninggal Dunia, Ditipu Calo, Asuransi,

Jaringan

Jaringan Internasional


Jaringan Nasional


Jaringan Instansi Pemerintah

Alamat DPW & DPC SBMI

DPW NUSA TENGGARA BARAT
  1. DPC KOTA MATARAM
  2. DPC LOMBOK BARAT
  3. DPC LOMBOK TENGAH
  4. DPC LOMBOK TIMUR
  5. DPC SUMBAWA BARAT
  6. DPC SUMBAWA BESAR
  7. DPC DOMPU
  8. DPC KOTA BIMA
  9. DPC KABUPATEN BIMA



DPW JAWA TIMUR
  1. DPC BANYUWANGI
  2. DPC JEMBER
  3. DPC LUMAJANG
  4. DPC MALANG
  5. DPC BLITAR
  6. DPC KEDIRI
  7. DPC KOTA SURABAYA
  8. DPC MADURA
  9. DPC PROBOLINGGO
  10. DPC BOJONEGORO

DPW JAWA TENGAH
  1. DPC WONOSOBO
  2. DPC KEBUMEN
  3. DPC BANYUMAS
  4. DPC BREBES
  5. DPC PURWOREJO

DPW YOGYAKARTA
  1. DPC BANTUL
  2. DPC KULON PROGO

DPC JAWA BARAT
  1. DPC CIREBON
  2. DPC INDRAMAYU
  3. DPC SUBANG
  4. DPC KARAWANG
  5. DPC BEKASI
  6. DPC SUKABUMI
  7. DPC CIANJUR

DPW DKI JAKARTA
  1. DPC JAKARTA TIMUR
  2. DPC JAKARTA SELATAN
  3. DPC JAKARTA UTARA

DPW BANTEN
  1. DPC SERANG
  2. DPC PANDEGLANG

DPW LAMPUNG
  1. DPC LAMPUNG TIMUR
  2. DPC LAMPUNG TENGA
  3. DPC LAMPUNG SELATAN
  4. DPC KOTA METRO

DPW JAMBI
  1. DPC KOTA JAMBI
  2. DPC KERINCI
  3. DPC KUALA TUNGKAL

DPW MEDAN
  1. DPC TANJUNG BALAI ASAHAN
  2. DPC SIMALUNGUN
  3. DPC KOTA MEDAN

CARTAKER DPW ACEH
CARTAKER DPW KALIMANTAN BARAT
CARTAKER DPW SULAWESI SELATAN
CARTAKER DPW NUSA TENGGARA TIMUR

Si(apa) SBMI?

DEWAN PIMPINAN NASIONAL (DPN)
SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA (SBMI)

Address:
Jl. Cipinang Kebembem Raya No. 10
Rt 05/Rw 07 Cipinang
Jakarta Timur 13230, Indonesia
Telp./Fax: +62-21- 4756113
Email:
sbmidpn@yahoo.com
infosbmi@gmail.com

09 Juli 2007

Sandwich kerja dengan Pemerintah

coba

10 April 2007

Berita Luar Negeri

Berita Luar Negeri
Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Hoctro