29 September 2007

PERNYATAAN SIKAP Malaysia

PERNYATAAN SIKAP
SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA (SBMI)
TERHADAP NEGARA MALAYSIA ATAS PELANGGARAN HAM YANG DILAKUKAN PADA BURUH MIGRAN INDONESIA
(23.000 LEBIH PERTAHUN BURUH MIGRAN INDONESIA TIDAK MENDAPATKAN HAK-HAKNYA)

Malaysia sebagai negara serumpun dijadikan salah satu negara idola bagi Buruh Migran Indonesia (BMI) dijadikan negara tujuan penempatan untuk memperbaiki nasip keluarganyua merupakan salah satu negara yang berasaskan hukum islam, namun label negara yang berhukumkan islam yang disandang malaysia tidaklah sepadan dan tidak sebanding lurus dengan sumbangan Buruh Migran Indonesia dalam pembangunan yang sedang berkembang di negri jiran tersebut, jerih payah dan sumbangan Buruh Migran khususnya Buruh Migran Indonesia dibalas dengan tidak adanya perlindungan hukum dan pelanggaran HAM yang diterima dan sialami oleh buruh migran indonesia.

Dari tahun-ketahun kebijakan negeri jiran ini terhadap buruh migran indonesia tidaklah menunjukkan prestasi apalagi sampai pada tingkat memuaskan justru yang terjadi sebaliknya, yaitu kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan buruh migran indonesia, kebijakan-kebijakan yang tidak manusiawi yang sangat jauh dari aspek-aspek kemanusiaan, hal ini terbukti dengan banyaknya negara-negara di dunia internasional yang mengecam tindakan-tindakan tidak manusiawi yang dilakukan pemerintah malaysia terhadap buruh migran yang sedang bekerja tak terkecuali terhadap buruh migran indonesia, penilaian pemerintah amerika yang menggolongkan Malaysia masuk dalam katagori tier 3 terhadap perdagangan orang (traficking) khususnya yang dialami oleh anak dan perempuan indonesia, hal ini menjadi bukti nyata bahwa Malaysia tidak dan belum memberikan perlindungan kemanusiaan terhadap masyarakat Internasional khususnya masyarakat indonesia.

Berbagai pelangaran HAM tersebut tercermin dari kasus-kasus yang dihadapi oleh buruh migran indonesia di malaysia yang meliputi :
- Kasus penyikasaan dan kematian misalnya : Kasus kematian Parsiti asal Wonosobo, kemudian kasus penyiksaan dan kematian yang dialami m raisun asal sumenep bulan juli lalu, dan yang terakhir kasus kematian Kunarsih asal demak, penyiksaan ceriati dari brebres dan yang dialami nirmala bonat yang menyentakkan keprihatinan rakyat indonesia dan serta kasus - kasus lain yang melibatkan banyak buruh migran indonesia yang disiksa di negeri jiran tersebut, disamping disiksa juga banyak dari buruh migran indonesia yang di bunuh dan juga yang diancam hukuman mati. Kasus ini mengingatkan kita kembali terhadap banyak kasus-kasus yang terdahulu yang sampai saat ini proses hukumnya masih tidak jelas dan kasus kasus lainya yang masih dalam proses penyidikan dan peradilan negeri jiran ini.
- Kasus – kasus massif yang bersifat laten seperti penangkapan sewenang-wenang oleh aparat imigrasi,polisi diraja malaysia rela (Sejenis milisi rakyat sipil) terhadap buruh migran indonesia ketika mereka tidak membawa dokumen mereka yang mana dokumen mereka nota bone dipegang oleh majikan mereka, kasus hukum cambuk/sebat yang hanya diperuntukkan untuk buruh migran indonesia yang kemudian didepportasitanpa kompensasi dan penerimaaan hak-hak yang seharusnya diterima Buruh Migran Indonesia yang dilakukan berkepanjangan yang tidak pernah ada ujungnya.
- Dan serta kasus – kasus pelanggaran HAM dan hukum yang masih banyak lagi yang belum terkuang dan mencuat di media massa (Publik)

Kesemua kasus ini sampai saat ini penanganan hukumnya belum jelas bahkan terkesan pemerintah malaysia tidak mau menyelesaikan kasus-kasus tersebut bahkan dalam penegakan hukum atas kasus yang dialami Buruh Migran Indonesia didiskriminasi bahkan terkesan dipeti es kan.kesemua kasus ini sampai saat ini penanganan hukumnya belum jelas bahkan terkesan pemerintah malaysia

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka kami berkesimpulan bahwa pemerintah Malaysia telah melakukan PELANGGARAN HAM terhadap buruh migran indonesia.
Maka dengan ini SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA dan Buruh Migran Indonesia beserta keluarganya dengan ini MENUNTUT :

1. Malaysia harus dan segera membuat Undang-undang dan peraturan tentang Perdagangan Manusia dimana Buruh Migran Indonesia sebagai korban tebesarnya agar dapat terlindungi dan akan menjadi counter dari UU dan peraturan lainya di Malaysia yang merugikan Buruh Migran Dunia yang berada di Malaysia
2. Pemerintah Malaysia menghukum dengan berat dan cepat para pelaku pembunuhan dan penyiksaan terhadap buruh migran indonesia.
3. Menghentikan segala macam bentuk penyiksaan bagi buruh migran indonesi ( fisik, psikis dan ekonomi )
4. Mengusut tuntas berbagai jenis kematian yang dialami oleh buruh migran indonesia dan mempercepat proses pemulangan jenazah bagi keluarga korban yang selama ini dilakukan bertele-tele
5. Pemerintah Malaysia harus membubarkan Milisi seperti halnya yang dilakukan penangkapan massif oleh RELA yang berakibat hukuman gantung, sebat dan penahanan yang dialami Buruh Migran Indonesia yang bermuara dengan pendeportasian massal .
6. Pemeritah Malaysia harus melindungi buruh migran yang bekerja di negerinya sebagai sikap manusiawi terhadap masyarakat dunia.
7. Segera mengadakan pertimbangan stabilitas dunia terhadap budaya pemutihan terhadap Buruh Migran yang tidak berdokument menjelang hari kemerdekaan Malaysia dan pada waktu lainya.

Demikian pernyataan sikap ini kami utarakan agar menjadi perhatian penuh Kerajaan Malaysia dan sebagai negara bersahabat dan serumpun, atas perhatian dan tindakan cepat amat sangat ditunggu Buruh Migran dan anggota keluarganya.


Kontak Person :
SBMI: 021-71683281

1. Miftah Farid : 08156895501 2. Haris Aritonang : 081382261025 3. Choirul Hadi : 08175753305









PEMULANGAN BMI BERMASALAH DAN KELUARGANYA
DARI MALAYSIA MELALUI 17 DEBARKASI DARI TGL 29 OKTOBER 2004 s\D 31 AGUSTUS 2005
JUMLAH PEMULANGAN TKI
PRIODE 29 OKTOBER
s\d
31 DESEMBER 2004 PRIODE 1 JANUARI s\d
31 AGUSTUS 2005
N0 Deberkasi\Transito
Ke Provinsi asal Jumlah TKI Jumlah TKI
1 2 3 4
1. Entikong (Kalbar) 6.075 orang 1.910 orang
2. Belawan (Sumut) 12.093 orang 3.749 orang
3. Polonia (Sumut) 1.467 orang -
4. Dumai (Riao) 29.334 orang 6.356 orang
5. Karimun (Kepri) 15.204 orang 3.431 orang
6. Tarakan (Kaltim) 687 orang 28 orang
7. Tj. Pinang (Kepri) 68.278 orang 16.117 orang
8. Batam (Kepri) 12.489 orang 3.043 orang
9. Nunukan (Kaltim) 38.302 orang 38.938 orang
10. Pare-pare (Sulsel) 18.288 orang 22.909 orang
11 Tj. Priok 8.740 orang 7.641 orang
12 Soekarna Hatta 859 orang -
13 Tj. Perak (Jatim) 14.808 orang 40.976 orang
14 Juanda (Jatim) 17.841 orang
45 A. Yani (Jateng) 106 orang -
16 Tj. Mas (Jateng) 1.585 orang 106 orang
17 Kl. Tungkal (Jambi) - -
Jumlah 246.156 orang 145.205 orang
391.361 Orang

PEMULANGAN TKI BERMASALAH DAN KELUARGANYA
DARI MALAYSIA DARI JANUARI S/D DESEMBER 2006
NOMER ASAL DEBARKASIH JUMLAH
01 TANJUNG PINANG 22.262 ORANG
02 TANJUNG BALAI KARIMUN 1.504 ORANG
03 BATAM 154 ORANG
JUMLAH 23.922


SEDANGKAN BURUH MIGRAN DARI MALAYSIAYANG DITANGANI OLEH SBMI
Tahun 2006
NOMER ASAL JUMLAH
01 Sumatra 29 Orang
02 DKI Jakarta
03 Jawa Barat 4 Orang
04 Jawa Tengah 6 Orang
05 Jawa Timur 18 Orang
06 NTB 28 Orang
07 NTT 53 Orang
08 Sulawesi 117 Orang
09 Kalimantan 76 Orang
JUMLAH 333 Orang


Tahun 2007

NOMER ASAL JUMLAH
01 Sumatra Utara 17 Orang
02 DKI Jakarta
03 Jawa Barat 4 Orang
04 Jawa Tengah 2 Orang
05 Jawa Timur 25 Orang
06 NTB 8 Orang
07 NTT 116 Orang
08 Sulawesi 202 Orang
09 Kalimantan 78 Orang
JUMLAH 452 Orang

16 September 2007

PERYATAAN SIKAP RAPAT KERJA NASIONAL

PERYATAAN SIKAP RAPAT KERJA NASIONAL
SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA (SBMI)
Jember, 10 September 2007

Sesuai dengan amanah Undang-undang dasar 45. Adalah tanggung jawab mutlak negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Ketidakmampuan negara menyediakan lapangan pekerjaan menjadikan jumlah orang miskin di Indonesia semakin bertambah banyak. Orang miskin di negri ini berjumlah 39,05 juta jiwa atau 17,75 % dari jumlah jiwa di Indonesia hal ini diperkirakan oleh Badan Pusat Statistik negeri ini setelah melakukan serveynya pada Maret 2006.
Faktor dominant tesebut memaparkan bahwa kemiskinan dan masih banyaknya penggangguran diatas tersebut menunjukkan Negara tidak sanggup menjamin kesejahteraan warganya. Sebut saja Peti dan gerakanya selalu menuntut reforma agraria,nelayan selalu konsisten menuntut pelestraian lingkungan dan penghormatan wilayah tangkapan dibawah 12 mil,buruh dan gerakanya yang dinamis selalu menuntut agar adanya upah yang layak begitu juga dengan kumunitas lainya dengan gerakannya untuk mendapatkan perlindungan yang optimal dari intitusi pengemban mandat yang bernama ”Negara dan Pemerintah”,Gerakan kumunitas tersebut seiring dengan perlindungan hukum dan tuntutan kesejahteraan, namun nyatanya kehidupan kumunitas mayoritas tersebut kian hari kian menurun drastis. Realitas tersebut membuat Booming pengiriman tenaga kerja keluar negeri, hal ini telihat semenjak dekade delapan puluahan ke seantero dunia terlihat banyaknya penempatan ke Asia dan Timur Tenggah yang sarat dan banyak melahirkan korban-korban pelanggaran HAM Sepanjang tahun 2005 s/d 2007 kurang lebih terjadi 16.085 kasus buruh migran Indonesia. Dengan berbagai bentuk dan metode pelanggaran yang semangkin canggih. Jumlah ini hanyalah yang sempat termonitor melalui pengaduan kasus dan Monitoring SBMI. Dipastikan jumlah yang sebenarnya lebih besar, karena ini merupakan fenomena gunung es.
Gambaran masalah perdagangan manusia kiranya layak “John R Miller“ Direktur Kantor Pemantauan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia Departemen Luar Negeri mengungkapkan bahwa Indonesia dalam kondisi Under Reported setelah ia mengunjunggi Indonesia beberapa waktu yang lalu selanjutnya selain data yang dimiliki SBMI IOM mempunyai data yang lebih memboombastis karena sejak maret 2005 – Juli 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 2.731 orang yang telah ditangani sebagai korban perdaganagan manusia,angka-angka korban tersebut layak disebut sekelumit dari data korban yang sebenarnya yang telah menjadi fenomena gunung es.Sebelumnya sekitar tahun 2001 kementrian luar negeri AS tersebut melaporkan bahwa Indonesia memiliki korban perdagangan manusia yang sangat besar namun intrumen perlindungan korban perdagangan manusia tidak dimiliki dan selanjutnya beberapa waktu yang lalu kita baru bisa melahirkan UU tentang perdagangan orang.Rentetan masalah yang terus mendera Buruh Migran Indonesia tidak direspon secara komprehensip oleh pemerintah RI. Paradigma komoditif masih mendominasi politik pengelolahan buruh migran Indonesia. Tidak ada peningkatan kwalitas derajat instrumen regulatif buruh migran Indonesia. Kepmenakertrans 204/1999 digantikan Kepmenakertrans 104/2002 dan mendapatkan pembenaran penguatan dengan dilahirkanya UU 39 Tahun 2004 yang tidak membawa perubahan yang signifikan bagi buruh migran Indonesia, perbedaan 2 (dua) instrument hukum tersebut hanya terletak pada pembaharuan penempatan BMI.intrumen UU 39/2004 hingga Inpres No 6/2006 dengan dalih mereformasi penempatan TKI keluar negeri hanyalah sebagai dalil penguat bahwa negara sebagai pemangku amanat warganya dan penanggung jawab perlindungan HAM hanya memaksimalisasi tata perniagaan dibandingkan mengatur perlindungan Buruh Migran Indonesia serta secara eksplisit membolehkan pungutan terhadap buruh migran Indonesia serta jaminan perlindungan HAM yang sangat kecil kepada buruh migran Indonesia jika dikatkan dengan konvensi ILO No 10/1990 Tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota keluarganya dan tegas melanggar ICCPR khususnya pasal 8 Tentang Hak untuk tidak diperbudak.

Kondisi hukum ini akan menjadi keniscayaan Negara tidak mau dan tidak akan mampu memberikan proteksi yang memadai bagi BMI untuk tidak mengalami perbudakan. Di lain pihak, arus migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri masih terus berlangsung antara lain akibat krisis ekonomi berkepanjangan dan paradigma bahwa BMI sebagai komunitas sebagai penghasil Devisa untuk menopang kebutuhan pembangunan tanpa rasa kemanusiaan.

Lingkaran Setan Permasalan Buruh Migran Indonesia

Sejak dimulainya pengiriman Buruh Migran Indonesia hingga saat ini tidak banyak perubahana permasalahan hal tersebut seiiring tidak adanya perubahan intrumen yang tegas dan kepastian perlindungan terhadap azasi buruh migrant, sejak kewajiban Negara me sub kontrakkan mayoritas penempatan BMI, plus keterwakilan BMI serta perlindungannya kepada PJTKI/PPTKIS bukan kepada serikat Buruh atau keluarganya dengan posisi sub kontrakan kepada PJTKI/PPTKIS.sebagai objek pengawasan Negara namun disatu sisi Negara juga pelaksana penempatan TKI/BMI keluar negeri (G to G).Minimnya perlindungan dan menempatkan manusia sebagai mesin produksi devisa belaka melupakan bahwa mereka juga pemberi mandat politik (Rakyat) kepada Negara dan pemerintahan sebagai pelaksana penegakan HAM terhadap warganya.Tergambar jelas bahwa Negara sebagai pemangku mandat pelaksana penegakan Hak-hak BMI tersebut selain pengawas perusahaan penempatan juga sebagai badan penempatan jadi sangat sulit dipahami pungsi pengawasan dan pelaksanaan penempatan diemban oleh Negara. Sebab itu pula Peneomena gunus es ini semangkin meningkat pemasalahan BMI seiring meningkatnya penempatan dan pengiriman BMI. Dilihat dari Hulu hingga hilir realitas permasalahan BMI/TKI dapat ditempatkan tiga levelelisasi waktu terjadinya praktek pelangaran HAM antara lain:

Namun secara keseluruhan masalah yang dihadapi BMI dari semua levelisasi penempatan terletak pada pengabaian HAM Buruh Migran Indonesia dan menjadikan penempatan BMI semata-mata sebagai lalu lintas perniagaan bahkan dapat dikatakan bahwa “Selama perkekonomian nasional masih buruk maka menjadi Buruh Migran menjadi salah satu alternative pekerjaan akhir atau kebutuhan wajib untuk memenuhi kebutuhan hidup di tenggah ketidak pastian perlindungan (Keterpaksaaan)” makna dari kalimat diatas adalah tidak ada orang yang mau menjadi korban (data terpapar diatas) jika sector pertanian,kelautan,perburuhan serta sektor lainya yang telah menjadi usaha pokok rakyat dapat menunjukan perbaikan secara ekonomi.Setidaknya jika hal itu dapat menjadi kenyataan maka “Devisa Negara “ tidak hanya sebagai jargon belaka General Remittance Data BMI tahun 2005: USD $ 2,5 Milyar dan Tahun 2006 USD $ 3 Milyar.

Perlindungan merupakan kewajiban bagi pemerintah sebagai pelayan rakyatnya. Munculnya persoalan yang terjadi akhir-akhir ini seperti Ceriati dan Periati yang mengalami kekerasan majikan di Malaysia serta Tarwiyah dan kawan-kawannya yang mengalami penyikasaan dirulmah majikannya di Arab Saudi dan Elly asal Jember yang ditempatkan di Iraq yang merupakan daerah perang tidak luput dari persoalan lemahnya perlindungan pemerintah kepada para BMI.
Melihat kondisi tersebut maka rapat kerja nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (Rakernas SBMI) memutuskan untuk menyikapi persoalan tersebut:
1. menuntut pemerintah untuk melakukan penyetopan pengiriman BMI/ TKI ke negara- negara yang melakukan pelanggaran hak-hak TKI/ BMI sebagai langkah protes dan sebagai langkah meningkatkan posisi tawar para pekerja migran asal Indonesia dan melakukan upaya-upaya kerjasama dengan negara-negara yang memiliki komitmen untuk pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia;
2. menuntut pemerintah agar mengadukan persoalan pelanggaran hak-hak BMI yang secara sengaja dan terorganisir oleh pemerintah negara tujuan seperti Malaysia dan Arab Saudi kepada Dewan HAM Internsaional;
3. menuntut pemerintah menjalin kerjasama multilateral dengan negara-negara sesama negara asal dan negara tujuan BMI;
4. menuntut pemerintah supaya segera meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran dan anggota keluarganya serta konvensi Internasional Labour Organization (ILO) nomor 97 dan 143 tentang kesamaan kerja;
5. menuntut Depnakertrans dan BNP2TKI agar mesmbluat sistem perlindungan dan bantuan hukum serta segera meralisasikan pelayanan yang perlindungan mulai prapenempatan hingga pascapenempatan;
6. menuntut Depnakertrans untuk membuat Standarisasi tentang biaya perekruatan bagi CTKI;
7. menuntut pemerintah supaya membuat program pemberdayaan kepada mantan BMI/TKIuntuk ekonomi dan sosial;
8. menuntut pemerintah dan DPR RI segera mengamandemen UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Luar Negeri;
9. menuntut pemerintah segera mencabut peraturan daerah (Perda) yang tidak melindungi BMI/TKI serta bertentangan dengan UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; dan
10. menuntut pemerintah supaya meningkatkan keterlibatan masyarakat tidak hanya sekedar pada peran penanganan kasus-kasus BMI/TKI akan tetapi partisipasi sejak prapenempatan dalam rangka monitoraing terhadap pemenuhan hak-hak bagi para BMI/TKI.
Demikian 10 tuntutan yang dihasilkan rapat kerja nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (Rakernas SBMI) tertanggal 7-9 september 2007.
Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Hoctro