16 September 2007

PERYATAAN SIKAP RAPAT KERJA NASIONAL

PERYATAAN SIKAP RAPAT KERJA NASIONAL
SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA (SBMI)
Jember, 10 September 2007

Sesuai dengan amanah Undang-undang dasar 45. Adalah tanggung jawab mutlak negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Ketidakmampuan negara menyediakan lapangan pekerjaan menjadikan jumlah orang miskin di Indonesia semakin bertambah banyak. Orang miskin di negri ini berjumlah 39,05 juta jiwa atau 17,75 % dari jumlah jiwa di Indonesia hal ini diperkirakan oleh Badan Pusat Statistik negeri ini setelah melakukan serveynya pada Maret 2006.
Faktor dominant tesebut memaparkan bahwa kemiskinan dan masih banyaknya penggangguran diatas tersebut menunjukkan Negara tidak sanggup menjamin kesejahteraan warganya. Sebut saja Peti dan gerakanya selalu menuntut reforma agraria,nelayan selalu konsisten menuntut pelestraian lingkungan dan penghormatan wilayah tangkapan dibawah 12 mil,buruh dan gerakanya yang dinamis selalu menuntut agar adanya upah yang layak begitu juga dengan kumunitas lainya dengan gerakannya untuk mendapatkan perlindungan yang optimal dari intitusi pengemban mandat yang bernama ”Negara dan Pemerintah”,Gerakan kumunitas tersebut seiring dengan perlindungan hukum dan tuntutan kesejahteraan, namun nyatanya kehidupan kumunitas mayoritas tersebut kian hari kian menurun drastis. Realitas tersebut membuat Booming pengiriman tenaga kerja keluar negeri, hal ini telihat semenjak dekade delapan puluahan ke seantero dunia terlihat banyaknya penempatan ke Asia dan Timur Tenggah yang sarat dan banyak melahirkan korban-korban pelanggaran HAM Sepanjang tahun 2005 s/d 2007 kurang lebih terjadi 16.085 kasus buruh migran Indonesia. Dengan berbagai bentuk dan metode pelanggaran yang semangkin canggih. Jumlah ini hanyalah yang sempat termonitor melalui pengaduan kasus dan Monitoring SBMI. Dipastikan jumlah yang sebenarnya lebih besar, karena ini merupakan fenomena gunung es.
Gambaran masalah perdagangan manusia kiranya layak “John R Miller“ Direktur Kantor Pemantauan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia Departemen Luar Negeri mengungkapkan bahwa Indonesia dalam kondisi Under Reported setelah ia mengunjunggi Indonesia beberapa waktu yang lalu selanjutnya selain data yang dimiliki SBMI IOM mempunyai data yang lebih memboombastis karena sejak maret 2005 – Juli 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 2.731 orang yang telah ditangani sebagai korban perdaganagan manusia,angka-angka korban tersebut layak disebut sekelumit dari data korban yang sebenarnya yang telah menjadi fenomena gunung es.Sebelumnya sekitar tahun 2001 kementrian luar negeri AS tersebut melaporkan bahwa Indonesia memiliki korban perdagangan manusia yang sangat besar namun intrumen perlindungan korban perdagangan manusia tidak dimiliki dan selanjutnya beberapa waktu yang lalu kita baru bisa melahirkan UU tentang perdagangan orang.Rentetan masalah yang terus mendera Buruh Migran Indonesia tidak direspon secara komprehensip oleh pemerintah RI. Paradigma komoditif masih mendominasi politik pengelolahan buruh migran Indonesia. Tidak ada peningkatan kwalitas derajat instrumen regulatif buruh migran Indonesia. Kepmenakertrans 204/1999 digantikan Kepmenakertrans 104/2002 dan mendapatkan pembenaran penguatan dengan dilahirkanya UU 39 Tahun 2004 yang tidak membawa perubahan yang signifikan bagi buruh migran Indonesia, perbedaan 2 (dua) instrument hukum tersebut hanya terletak pada pembaharuan penempatan BMI.intrumen UU 39/2004 hingga Inpres No 6/2006 dengan dalih mereformasi penempatan TKI keluar negeri hanyalah sebagai dalil penguat bahwa negara sebagai pemangku amanat warganya dan penanggung jawab perlindungan HAM hanya memaksimalisasi tata perniagaan dibandingkan mengatur perlindungan Buruh Migran Indonesia serta secara eksplisit membolehkan pungutan terhadap buruh migran Indonesia serta jaminan perlindungan HAM yang sangat kecil kepada buruh migran Indonesia jika dikatkan dengan konvensi ILO No 10/1990 Tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota keluarganya dan tegas melanggar ICCPR khususnya pasal 8 Tentang Hak untuk tidak diperbudak.

Kondisi hukum ini akan menjadi keniscayaan Negara tidak mau dan tidak akan mampu memberikan proteksi yang memadai bagi BMI untuk tidak mengalami perbudakan. Di lain pihak, arus migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri masih terus berlangsung antara lain akibat krisis ekonomi berkepanjangan dan paradigma bahwa BMI sebagai komunitas sebagai penghasil Devisa untuk menopang kebutuhan pembangunan tanpa rasa kemanusiaan.

Lingkaran Setan Permasalan Buruh Migran Indonesia

Sejak dimulainya pengiriman Buruh Migran Indonesia hingga saat ini tidak banyak perubahana permasalahan hal tersebut seiiring tidak adanya perubahan intrumen yang tegas dan kepastian perlindungan terhadap azasi buruh migrant, sejak kewajiban Negara me sub kontrakkan mayoritas penempatan BMI, plus keterwakilan BMI serta perlindungannya kepada PJTKI/PPTKIS bukan kepada serikat Buruh atau keluarganya dengan posisi sub kontrakan kepada PJTKI/PPTKIS.sebagai objek pengawasan Negara namun disatu sisi Negara juga pelaksana penempatan TKI/BMI keluar negeri (G to G).Minimnya perlindungan dan menempatkan manusia sebagai mesin produksi devisa belaka melupakan bahwa mereka juga pemberi mandat politik (Rakyat) kepada Negara dan pemerintahan sebagai pelaksana penegakan HAM terhadap warganya.Tergambar jelas bahwa Negara sebagai pemangku mandat pelaksana penegakan Hak-hak BMI tersebut selain pengawas perusahaan penempatan juga sebagai badan penempatan jadi sangat sulit dipahami pungsi pengawasan dan pelaksanaan penempatan diemban oleh Negara. Sebab itu pula Peneomena gunus es ini semangkin meningkat pemasalahan BMI seiring meningkatnya penempatan dan pengiriman BMI. Dilihat dari Hulu hingga hilir realitas permasalahan BMI/TKI dapat ditempatkan tiga levelelisasi waktu terjadinya praktek pelangaran HAM antara lain:

Namun secara keseluruhan masalah yang dihadapi BMI dari semua levelisasi penempatan terletak pada pengabaian HAM Buruh Migran Indonesia dan menjadikan penempatan BMI semata-mata sebagai lalu lintas perniagaan bahkan dapat dikatakan bahwa “Selama perkekonomian nasional masih buruk maka menjadi Buruh Migran menjadi salah satu alternative pekerjaan akhir atau kebutuhan wajib untuk memenuhi kebutuhan hidup di tenggah ketidak pastian perlindungan (Keterpaksaaan)” makna dari kalimat diatas adalah tidak ada orang yang mau menjadi korban (data terpapar diatas) jika sector pertanian,kelautan,perburuhan serta sektor lainya yang telah menjadi usaha pokok rakyat dapat menunjukan perbaikan secara ekonomi.Setidaknya jika hal itu dapat menjadi kenyataan maka “Devisa Negara “ tidak hanya sebagai jargon belaka General Remittance Data BMI tahun 2005: USD $ 2,5 Milyar dan Tahun 2006 USD $ 3 Milyar.

Perlindungan merupakan kewajiban bagi pemerintah sebagai pelayan rakyatnya. Munculnya persoalan yang terjadi akhir-akhir ini seperti Ceriati dan Periati yang mengalami kekerasan majikan di Malaysia serta Tarwiyah dan kawan-kawannya yang mengalami penyikasaan dirulmah majikannya di Arab Saudi dan Elly asal Jember yang ditempatkan di Iraq yang merupakan daerah perang tidak luput dari persoalan lemahnya perlindungan pemerintah kepada para BMI.
Melihat kondisi tersebut maka rapat kerja nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (Rakernas SBMI) memutuskan untuk menyikapi persoalan tersebut:
1. menuntut pemerintah untuk melakukan penyetopan pengiriman BMI/ TKI ke negara- negara yang melakukan pelanggaran hak-hak TKI/ BMI sebagai langkah protes dan sebagai langkah meningkatkan posisi tawar para pekerja migran asal Indonesia dan melakukan upaya-upaya kerjasama dengan negara-negara yang memiliki komitmen untuk pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia;
2. menuntut pemerintah agar mengadukan persoalan pelanggaran hak-hak BMI yang secara sengaja dan terorganisir oleh pemerintah negara tujuan seperti Malaysia dan Arab Saudi kepada Dewan HAM Internsaional;
3. menuntut pemerintah menjalin kerjasama multilateral dengan negara-negara sesama negara asal dan negara tujuan BMI;
4. menuntut pemerintah supaya segera meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran dan anggota keluarganya serta konvensi Internasional Labour Organization (ILO) nomor 97 dan 143 tentang kesamaan kerja;
5. menuntut Depnakertrans dan BNP2TKI agar mesmbluat sistem perlindungan dan bantuan hukum serta segera meralisasikan pelayanan yang perlindungan mulai prapenempatan hingga pascapenempatan;
6. menuntut Depnakertrans untuk membuat Standarisasi tentang biaya perekruatan bagi CTKI;
7. menuntut pemerintah supaya membuat program pemberdayaan kepada mantan BMI/TKIuntuk ekonomi dan sosial;
8. menuntut pemerintah dan DPR RI segera mengamandemen UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Luar Negeri;
9. menuntut pemerintah segera mencabut peraturan daerah (Perda) yang tidak melindungi BMI/TKI serta bertentangan dengan UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; dan
10. menuntut pemerintah supaya meningkatkan keterlibatan masyarakat tidak hanya sekedar pada peran penanganan kasus-kasus BMI/TKI akan tetapi partisipasi sejak prapenempatan dalam rangka monitoraing terhadap pemenuhan hak-hak bagi para BMI/TKI.
Demikian 10 tuntutan yang dihasilkan rapat kerja nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (Rakernas SBMI) tertanggal 7-9 september 2007.

Tidak ada komentar:

Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Hoctro